"We can't lose with God on our side
We'll find strength in each tear we cry
From now on, it will be you and I
And our ribbon in the Sky for our love"
Diatas adalah cuplikan lagu "Ribbon in the sky" oleh Stevie Wonder. Setiap mendengar lagu ini, mood-ku berubah tenang dan damai. Lagu ini dirilis tahun 1982 dan merupakan nominasi Grammy pada kategori Best Male R&B (Rhythm and Blues) Vocal Performance. Seperti kebanyakan lagu karangan Stevie Wonder, lagu ini penuh emosi dan lirik yang puitis. Melodi yang digunakan sederhana dan berulang. Skill musisinya ketara sekali tanpa perlu dipamerkan. Kaya akan harmoni dan pesan mendalam. Ternyata bikin lagu tidak perlu yang rumit dan theoritis, sebuah lagu bisa sangaaaat indah jika dibuat dengan sungguh-sungguh dari hati. Beda banget kalau lagu asal dibuat untuk kepentingan komersil, apalagi trendnya sekarang hanya digenerate menggunakan Artificial Inteligence, lagu terasa hambar tidak menyenangkan hati.
Menurutku musik adalah anugerah yang dengan murah hari telah dicurahkan Allah SWT kepada manusia karena secara fitrah, manusia menyukai keindahan. Aku berdoa semoga aku bisa menempatkan cintaku terhadap musik dengan wajar sehingga tidak menyebabkan aku lupa akan kewajiban sebagai seorang muslim. Pengalamanku bermusik dimulai saat aku belajar piano di usia 13 tahun. Tidak ada prestasi di bidang musik, kecuali dapat nilai terbaik di ujian praktek seni musik saat SMP. Hahaha. Saat itu aku diminta merancang Ensamble untuk kelompokku dengan lagu "Secret Admirer" nya Mocca yang kita pilih. Pengalaman itu sangaaaat berkesan dan aku menikmati seluruh prosesnya. Dari mulai eksperimen dengan instrumentnya (Saat itu aku kebagian pegang Bass), menulis melodinya, memimpin kelompok dalam menghasilkan harmoni yang indah sampai mempersembahkannya kepada orang lain, walaupun saat itu guru penguji kita sih, hehehe.
Bertahun-tahun setelah moment kebahagiaan itu, aku sibuk dengan ambisi "mainstream". Masuk sekolah favorit, jadi ASN, menikah, punya anak, sandang pangan papan, lanjut kuliah keluar negeri, beasiswa LPDP. Perlu digaris bawahi bahwa aku sangaaat bersyukur dengan itu semua. Mengingat masih banyak orang-orang yang tidak punya banyak pilihan seperti yang aku miliki. Aku juga bersyukur usaha sosial yang dirintis bersama sejak 2010 saat ini dikelola dengan orang-orang yang tepat dengan visi-misi yang sama dimana kami bergotong royong memastikan keberlanjutan serta dampak yang lebih besar untuk masyarakat dan lingkungan. Namun, saat ini ketika aku sendiri di negeri orang, ditengah libur tengah semester tanpa tuntutan akademis, aku mulai berfikir apa sebenarnya yang paling membuatku bahagia???. Apa kebermaknaan yang aku cari???
Semoga curahan hati ini, bermakna sebuah komitmen. Janji dimana apapun yang terjadi aku akan konsisten mengejar kebahagiaan yang menurut orang lain "tidak penting". Yaitu menciptakan lagu (hihihihi maluuuu..) Semoga kesulitan apapun yang kujalani ditengah jalan, tidak membuatku gentar untuk disiplin berlatih dan membuktikan kalau bakat bukan penghalang. Aku percaya hatiku tidak berbohong, karena ketika aku mendengarkan lagu, aku mengagumi ciptaan Allah dan menyadari betapa Allah sangat sayang terhadap manusia.
Seperti kebanyakan cerita sukses, rumusnya selalu tentang disiplin, konsisten, belajar dari kesalahan, pantang mundur, dll. Namun, ada satu yang menurutku bisa ditambahkan yaitu kemampuan "mendengar". Dalam bahasa inggris aku memahaminya dengan istilah "listening" bukan kemampuan teknis seperti "hearing". Kemampuan ini sulit dimiliki bagi beberapa orang yang "gelasnya" selalu terisi penuh. Aku masih terus belajar untuk mendengarkan orang lain maupun situasi serta kemudian merespon dengan benar. Aku percaya respon yang benar akan didapat ketika kita mendengar dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Semoga di perjalanan hidupku berikutnya, aku memiliki keahlian mendengar irama, melodi dan harmoni sehingga aku bisa menciptakan karya-karya yang "timeless" mendekati karya Stevie Wonder. Karya-karya yang akan menjadi legacy dan amal sholeh ku selama hidup di dunia yang sementara ini.
Liverpool, 30 Mei 2025
Anindita Normaria Syamsul
Komentar
Posting Komentar