Saya menikah pada tahun 2015. Saat menulis blog ini Saya dan suami telah menjalani Long Distance Marriage (LDM) selama 10 bulan karena Saya sedang menempuh studi S2. Disini saya akan menuliskan pendapat saya mengenai LDM. Sebelum itu mari sedikit mengulas tentang pernikahan.
Pernikahan disebut "nikah", berasal dari kata Arab "نكاح" yang berarti bersatu atau bergabung. Dalam konteks hukum Islam, nikah adalah akad (perjanjian) antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami istri secara halal (sumber: chatGPT).
Menurut Saya, tujuan pernikahan selain untuk melanjutkan garis keturunan, pernikahan juga penting karena merupakan janji mengikatkan diri dihadapan Allah SWT. Selain itu jika mengacu dari ayat suci Al-quran serta penciptaan Adam dan Hawa. Atas kemurahan hati Allah SWT, kita telah disediakan pasangan untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang...”
(QS. Ar-Rum: 21)
 |
Bumil dan Pakmil, Alas Purwo, Banyuwangi, 2017 |
Beberapa hari yang lalu, Saya tanya kepada suami saya. Bagaimana suami saya tau kalau saya adalah pasangan yang diciptakan Allah SWT untuknya. Suami saya menjawab dia tidak tahu tapi karena kita saling mengusahakan, saling percaya dan mengikat diri maka rasa keyakinan akan semakin kuat. Selain itu, Suami saya merasa dipermudah sama Allah SWT khususnya saat akan berangkat melamar dari Cikarang ke Surabaya.
Bagi saya pribadi, komunikasi yang terjalin sejak awal ta'aruf berjalan tanpa kendala. Walaupun sempat Long Distance Relationship (LDR) selama 1 tahun, tapi Saya enjoy saja menjalani komitmen yang sudah dibuat, mengingat sebelum itu Suami saya juga sudah bertemu Ibu saya menyatakan ingin serius mengenal Saya. Selama masa perkenalan, Saya menilai, kami memiliki pandangan yang sama tentang hidup, berkeluarga dan berkarir. Selain itu, suami saya menghargai dan mendahulukan saya. Walaupun ada perbedaan karakter, habit dan ekspektasi yang kadang membuat kami berargumen tetapi dinamika diskusi yang kami lalui mengharuskan kami mengakui kebenaran yang objektif untuk kebaikan bersama. Hal-hal tersebut cukup bagi saya untuk menyimpulkan kalau Suami saya adalah pasangan yang Allah ciptakan sebagai pendamping hidup Saya. Kami bisa bekerja sama dan saling melindungi.
 |
Ngedate Sore, Toko Bakmie Saudagar, Surabaya, 2023 |
Bulan September tahun ini adalah pernikahan kami yang ke 10. Tidak terasa susah senang telah dilalui bersama. Selama hampir setahun sendirian di Liverpool, tentu saya merasa rindu. Tapi pengalaman ini membuat Saya melihat pernikahan kami dari sudut pandang baru. Apa yang diharapkan dari suami Saya dan apa yang Saya inginkan untuk pernikahan kami. Tidak dipungkiri, rutinitas kami dirumah kadang membuat kami lupa akan romantisme hidup sebagai Suami dan Istri. Semenjak memiliki anak, hanya 2x kami keluar berkencan dan itupun cuma makan mie ayam disela-sela jam kerja. Karena kami tidak sampai hati menitipkan anak hanya untuk pergi berkencan. Suami saya bukan orang yang suka menunjukkan kasih sayangnya secara eksplisit. Saya juga enggan terlalu sering bersikap kekanak-kanakan.
Selama LDM saya menyadari bahwa Saya bisa dititik ini karena dukungan dari suami saya, baik teknis maupun non teknis. Suami saya sudah berkorban dan memberi kepercayaan agar Saya bisa puas dengan karir Saya. Seharusnya saya pun bisa memberi kepercayaan terhadap pilihan-pilihannya dan memberi dukungan yang diperlukan agar suami Saya juga merasakan kebahagiaan. Terlepas dari sukses ataupun gagal, tugas Saya sebagai istri adalah memberi ketentraman dan harapan menjalani prosesnya. Karena pada dasarnya Saya adalah teman hidupnya untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
 |
Bunga Pertama dari Suamiku, Liverpool, 2025
|
Sangat sulit menahan rindu selama LDM. Bagi sebagian orang, LDM juga banyak mudharatnya dan terdengar egois. Apalagi hanya untuk sekolah si istri sehingga harus meninggalkan suaminya tanpa pendamping. Saya bersyukur sekali suami saya tidak pernah menganggap saya sebagai pelayan dan seperti yang saya sampaikan diatas, saya dan suami memiliki pandangan yang sama tentang hidup dan karir. Bagi kami, karir adalah kontribusi terbesar untuk pembangunan masyarakat toyibah. Di bidang apapun, fitrah manusia adalah pemimpin perubahan. Pernikahan adalah rumah tempat kami berteduh dalam upaya membangun karir.
Dalam menjaga keharmonisan selama LDM, komunikasi adalah yang utama. Terutama dengan kemajuan teknologi, dialog bisa dilakukan tanpa kendala berarti. Kepercayaan dan kerjasama dalam pondasi keimanan diperlukan agar tujuan pernikahan bisa tercapai.
Refleksi yang Saya dapat selama LDM. Membuat Saya menyadari, bahwa ternyata suami saya telah menjalankan perannya dengan sangat baik untuk Saya. Maka ketika pulang nanti, Saya ingin menjadi istri yang terbaik bagi suami Saya. Mendukung dan memberikan ketenangan baik dirumah maupun diluar rumah. Saling menjaga kehormatan diri dan keluarga. Bekerjasama dalam membesarkan anak. Serta belajar bersama menjadi manusia yang diharapkan Allah SWT. Semoga kelak kami bisa bertemu kembali di Syurga. Amin ya Robbal Alamin. :)
Liverpool, 28 July 2025
Komentar
Posting Komentar